Scroll untuk membaca artikel
Siswanto
Jum'at, 07 Oktober 2022 | 16:14 WIB
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu [Foto: Beritajatim]

SuaraBekaci.id - Sepuluh saksi maupun korban peristiwa di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Mapolres Malang, Jumat (7/10/2022), berkata “10 orang itu korban juga, tapi beberapa itu kan tidak di rawat di rumah sakit, artinya semua orang semua suporter yang ada di situ kan mengalami hal yang sama akibat gas air mata. Tapi ada beberapa yang spesifik kemudian dilarikan ke rumah sakit dan dirawat.”

Edwin mengatakan LSPK telah berkomunikasi dengan mereka dan pengelola rumah sakit untuk memantau perkembangan para korban.

“Banyak pihak yang kami temui termasuk meninjau lapangan. Hasilnya minggu depan kami sampaikan secara terbuka pada pers,” kata Edwin dalam laporan Beritajatim.

Baca Juga: Mahfud MD Klaim Proses Hukum Tragedi Kanjuruhan Malang Hampir Rampung

Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022), malam, menewaskan 131 orang dan lebih dari 300 orang terluka.

Polisi telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus itu.

LPSK menyayangkan sikap aparat kepolisian yang menghapus barang bukti video tragedi Kanjuruhan milik saksi berinisial K.

"LPSK menilai penghapusan video itu berlebihan," kata Edwin dalam laporan Antara di Jakarta.

Hal tersebut disampaikan Edwin menyusul pemberitaan salah seorang saksi sekaligus Aremania (suporter Arema FC) yang diperiksa polisi karena diduga mengunggah video yang memperlihatkan kepanikan massa saat berada dalam Stadion Kanjuruhan.

Baca Juga: Jamaah Masjid Agung Solo Gelar Salat Gaib untuk Korban Tragedi Stadion Kanjuruhan

Edwin mengatakan saksi berinisial K tersebut dijemput polisi di mes atau tempat tinggal nya pada Senin (3/10). Ia diperiksa usai mengunggah video kepanikan massa di Stadion Kanjuruhan pada Minggu siang (2/10). K diperiksa polisi sejak pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB dan selanjutnya diperbolehkan pulang.

"HP miliknya dipinjam, videonya di transmisi dan video yang di HP dihapus oleh pihak polisi," ucap Edwin.

Penghapusan video sebagai barang bukti tragedi Kanjuruhan, dinilai LPSK sebagai perbuatan yang berlebihan. Aparat kepolisian diingatkan agar lebih memperhatikan soal hak asasi manusia.

"LPSK menilai menghapus dan menonaktifkan Tik Tok K berlebihan," ujar Kepala Operasional Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan periode 2000-2010 tersebut.

Seharusnya, kata dia, cara-cara seperti itu tidak dilakukan oleh penyidik atau anggota polisi dalam memeriksa saksi. Polisi harus memperhatikan hukum acara pidana serta nilai-nilai HAM. Sebab, pada dasarnya, perlakuan hukum pada semua orang sama.

"LPSK melihat ini tidak profesional atau kurang profesional," ujarnya.

Terkait informasi yang beredar bahwa K dijemput polisi atau anggota intel di stasiun saat hendak menuju Jakarta untuk memenuhi undangan wawancara, Edwin membantah kabar tersebut.

"Tidak benar, karena dia baru dihubungi sama Narasi hari Rabu tanggal 5. Sementara, ia diperiksa polisi Senin (3/10) 2022," jelas dia.

Saat ini yang bersangkutan sedang dalam proses pengajuan perlindungan ke LPSK. Di satu sisi, lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut telah menerima 10 pengajuan perlindungan.

"Sudah ada 10 yang mengajukan permohonan ke LPSK. Ada saksi dan ada korban," ujarnya.

Load More