Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Minggu, 25 September 2022 | 10:00 WIB
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (tengah) berjalan dengan mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraBekaci.id - Wakil Khatib Syuriah PWNU Jakarta, KH Muzakki Cholis angkat bicara terkait kasus dugaan suap yang menimpa Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

Ulama NU itu mengaku kecewa dengan mentalitas hakim agung yang bisa disuap. Menurutnya, kasus ini semakin menambah lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum di negeri ini.

Kasus dugaan suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati kata Muzakki semakin menggerus kepercayaan publik kepada sepak terjang aparat penegak hukum. Apalagi publik masih geram dengan Ferdy Sambo di kepolisian, lalu bebasnya jaksa Pinangki.

"Setelah polisi terseret kasus Ferdy Sambo, kejaksaan terseret kasus Pinangki dan sekarang puncaknya mahkamah agung sebuah lembaga tinggi negara, penegak hukum, taruhan terakhir peradilan seluruh negeri, sekarang oknumnya malah tertangkap OTT KPK, ini memalukan!" kata Muzakki seperti dikutip Wartaekonomi--jaringan Suara.com

Baca Juga: Ada Dugaan Korupsi Rekrutmen Hakim Agung, MAKI: KPK Harus Kembangkan OTT

"Al-Hakim itu sifat Allah, mestinya Hakim itu wakil Tuhan di muka bumi, wakil Tuhan itu harus bener dan merasa dekat dengan Tuhan, wakil Tuhan kok nyolong" tambahnya.

Ditambahkan oleh Muzzaki, memang sifat manusia tidak bisa menahan hawa nafsu, apalagi mendapat pemberian uang yang jumlahnya miliarin rupiah.

Akan tetapi kata Muzzaki, ada kaidah etik dan juga moral yang menjaga agar para penegak hukum tetap setia terhadap keadilan dan kebenaran.

Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap tersangka Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD) yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, mengatakan pemberhentian sementara itu sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.

Baca Juga: Angkat Lagi Isu Pertemuan Di Toilet, MAKI Minta KPK Usut Dugaan KKN Rekrutmen Hakim Agung

"Kemudian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kalau atau jika aparatur pengadilan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan maka MA akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap aparatur tersebut guna menghadapi pemeriksaan dengan sebaik-baiknya," kata Zahrul Rabain.

Dalam kasus tersebut, KPK total menetapkan 10 tersangka. Selain Sudrajad Dimyati, tersangka selaku penerima ialah Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Sedangkan tersangka selaku pemberi suap yaitu dua pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dari total 10 tersangka tersebut, delapan di antaranya telah ditahan KPK selama 20 hari pertama, terhitung mulai 23 September 2022 sampai 12 Oktober 2022. Tersangka SD ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 serta tersangka ETP dan DY ditahan di Rutan KPK, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Selanjutnya, tersangka MH, YP, dan ES ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat serta tersangka AB dan NA ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur.

KPK segera menjadwalkan pemanggilan terhadap tersangka IDKS dan HT untuk hadir ke Gedung Merah Putih KPK dan menghadap tim penyidik.

Sebagai penerima, tersangka SD, DY, ETP, MH, NA, dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pemberi, tersangka HT, YP, ES, dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Load More