Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 21 Juni 2022 | 16:56 WIB
Deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara Jakarta, Jumat (17/6/2022). Kualitas udara Jakarta disebut yang terburuk di dunia pada Juni 2022. [Antara/Aprillio Akbar]

SuaraBekaci.id - Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah menyebut polusi udara di Jakarta merupakan permasalahan lintas batas.

Sehingga kata dia, permasalahan polusi udara tersebut dapat dikendalikan lebih cepat secara bersama-sama.

"Sumber pencemar udara dari luar Jakarta, terutama dari industri dan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara," kata Fajri, dalam konferensi pers daring Koalisi Ibu Kota, Selasa (21/6/2022).

Dalam kondisi seperti itu, lanjut dia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) harus menjalankan kewajibannya melakukan pengawasan dan supervisi terhadap Gubernur Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Baca Juga: Jabar dan Banten Turut Bertanggung Jawab Atas Polusi Udara Jakarta

Pengawasan dan supervisi itu untuk melakukan upaya pengetatan batas ambang emisi untuk seluruh sumber pencemar udara di daerahnya masing-masing.

Dia meminta baku mutu emisi baik untuk kendaraan bermotor maupun untuk industri seperti pembangkit-pembangkit listrik bertenaga fosil harus diperketat.

"Kedua sumber pencemar udara sama-sama perlu diperketat," imbuhnya.

Senada dengan Fajri, Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu menilai salah satu penyebabnya memang cuaca, tetapi penyebab utama lainnya adalah masih ada sumber pencemar udara baik bergerak dan tidak bergerak.

Ia menilai sumber pencemar itu terbukti belum bisa dikendalikan serius melalui kebijakan yang seharusnya diambil oleh pemerintah.

Baca Juga: Pergantian Nama Jalan di Jakarta Bermuatan Politis? Sejarawan: Gak Ada Urusan Sama 2024

"Satu hal yang sudah tidak bisa dibantah lagi, bahwa polusi udara di Jakarta masuk kategori tidak sehat dalam beberapa hari ini," ucap Bondan.

Sementara itu, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jeanny Sirait menilai adanya polusi udara di Jakarta bertolak belakang dengan fakta warga Ibu Kota masih belum bisa menikmati udara bersih setelah menang melalui gugatan di pengadilan pada September 2021.

"Kemenangan warga belum mutlak tercapai karena proses banding dari pemerintah (pusat dan daerah) seolah tidak bersedia taat pada perintah pengadilan," katanya.

Koalisi Ibu Kota yang terdiri dari sejumlah LSM itu pun menganggap polusi udara yang tinggi di Jakarta beberapa hari terakhir seakan menjadi "kado" HUT ke-495 Jakarta

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat sejak 15 Juni 2022, konsentrasi PM2.5 mengalami peningkatan dan mencapai puncaknya pada level 148 mikrogram per meter kubik dengan kategori tidak sehat.

Kualitas udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang memburuk disebabkan oleh kombinasi antara sumber emisi dari kontributor polusi udara dan faktor meteorologi yang menyebabkan terakumulasinya konsentrasi PM2.5.

PM2.5 merupakan salah satu polutan udara dalam wujud partikel dengan ukuran yang sangat kecil, yaitu tidak lebih dari 2,5 mikrometer.

Dengan ukurannya yang sangat kecil ini, PM2.5 dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan dan dapat menyebabkan gangguan infeksi saluran pernapasan dan gangguan pada paru-paru dalam jangka waktu yang panjang.

Selain itu, PM2.5 dapat menembus jaringan peredaran darah dan terbawa oleh darah ke seluruh tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner.

Pengamatan BMKG mencatat hingga Senin (20/6) konsentrasi PM2.5 masih berada di atas 100 mikro gram per meter kubik.

Load More