SuaraBekaci.id - Lemahnya regulasi negara yang mengatur terhadap paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dianggap menyebabkan araknya konvoi dan kampanye ideologi khilafah secara terang-terangan dewasa ini.
Hal tersebut diungkapkan eks anggota Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan yang juga merupakan pendiri NII Crisis Center.
"Karena memang masih ada celah hukum, yang mana lemahnya hukum kita yang belum bisa menindak mereka dengan pasal terorisme atau makar," ujar Ken Setiawan, Sabtu (11/6/2022).
Ken mengatakan yang menjadikan situasi ini kian miris adalah ketika paham ini mulai menjangkiti tidak hanya masyarakat biasa, namun juga sudah masuk kepada aparat negara seperti TNI-Polri, ASN hingga kepada kalangan publik figur dan artis.
Baca Juga: Tangkap 2 Pimpinan Khilafatul Muslimin, Polisi Temukan 4 Brangkas Besi Berisi Uang Miliaran Rupiah
"Tema-tema khilafah sekarang mulai ramai kembali, mereka ini selalu berlindung atas nama kebebasan berpendapat, ini demokrasi, sehingga mereka menggunakan celah ini untuk menyampaikan propaganda-propagandanya di tengah masyarakat," jelas Ken.
Ken kembali menegaskan urgensi terkait pengkajian regulasi yang melarang adanya ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila.
Dia menilai, hal ini tidak bisa dibiarkan terkait kian masifnya perkembangan jaringan kelompok radikal yang justru dapat membahayakan bangsa Indonesia.
"Jadi kita berharap regulasi yang jelas. Kalau mereka bicara khilafah, kita berharap mereka bisa ditindak dengan hukum. Karena kalau tidak maka aparat seperti melihat di dalam kaca, tidak bisa menyentuh. Hanya bisa memonitor, menunggu mereka melakukan aksi. Ini kan mengkhawatirkan," tegas Ken.
Pria yang pernah dinobatkan sebagai perekrut anggota NII terbaik di tahun 2000-an ini, juga menilai langkah pembubaran kelompok atau ormas radikal seperti pembubaran Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bukanlah menjadi solusi yang efektif untuk melindungi masyarakat dari pengaruh paham radikal terorisme.
"Selama ini yang terjadi adalah ormas radikal hanya ditindak secara organisasinya saja, sementara orang-orangnya ketika ganti nama mereka bisa melakukan propagandanya kembali dengan nama-nama yang lain," tutur Ken.
Berita Terkait
-
FPI Tegaskan Tidak Ada Agenda Politik dalam Pertemuan Habib Rizieq dengan Wamenaker Noel
-
Wamenaker Noel Sowan ke Markas FPI, Habib Rizieq Minta Tekan Angka Pengangguran
-
Cek Fakta: Penghancuran Masjid Tempat Teroris Menyusun Rencana
-
Punya Tekstur Ringan, Sunscreen Ini Tak Hanya Lindungi Kulit dari Sinar UV tapi Juga Radikal Bebas!
-
BNPT Ungkap Strategi Digital Lawan Ekstremisme: Libatkan NU, Muhammadiyah, dan LSM
Terpopuler
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Marah ke Direksi Bank DKI, Pramono Minta Direktur IT Dipecat hingga Lapor ke Bareskrim
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Jawaban Menohok Anak Bungsu Ruben Onsu Kala Sarwendah Diserang di Siaran Langsung
Pilihan
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
Terkini
-
Lewat Pendanaan KUR BRI, Suryani Sukses Jadi Pejuang Ekonomi Keluarga yang Naik Kelas
-
Rahasia Desa Wunut Berhasil Menjadi Desa Pembangunan Berkelanjutan
-
Viral Dua Preman Ngamuk di Pasar Baru Bekasi, Pelaku Positif Sabu-sabu
-
Berdiri 2019, Kini Minyak Telon Lokal Habbie Capai Omzet Belasan Juta Rupiah
-
BRI Raih Penghargaan Internasional, Best Issuer for Sustainable Finance dan Best Social Loan