SuaraBekaci.id - Data Bank Indonesia menunjukkan utang luar negeri Indonesia ke China per Agustus 2021 berjumlah US$21,2 miliar (Rp305 triliun).
China merupakan peminjam terbesar keempat kepada Indonesia, setelah Singapura, Amerika Serikat, dan Jepang.
Data juga menunjukkan bahwa jumlah utang Indonesia meningkat lebih dari 400% dalam 10 tahun terakhir.
Selain itu, China juga merupakan negara kedua dengan nilai investasi terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai investasi China di Indonesia pada 2020 berjumlah US$4,8 miliar (Rp68,9 triliun). Nilai investasi itu meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2018 lalu yang berkisar US$2,37 miliar.
Peningkatan investasi China tidak lepas dari proyek Belt and Road (BRI), program ambisius Presiden Xi Jinping yang dimulai pada 2013. Indonesia mendapatkan 72 proyek BRI bernilai total US$21 miliar sejak 2015.
Salah satu proyek besar BRI di Indonesia adalah pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan melalui joint venture China Railways International Co Ltd dan PT Pilar Sinergi BUMN.
Proyek kereta cepat ini mulanya bernilai US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun, namun belakangan membengkak menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun.
Dengan perkembangan investasi dan utang luar negeri China yang terus meningkat, lantas apakah Indonesia berisiko mengalami “jebakan utang” China?
Baca Juga: Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Dipecat
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa potensi tersebut selalu ada.
Apalagi, investasi China berkembang sangat cepat dalam lima tahun terakhir dan kesepakatan yang terbangun tidak hanya melalui pemerintah, namun juga swasta dan BUMN.
Menurut dia, apabila ‘jebakan utang’ yang dimaksud adalah penyerahan pengelolaan aset kepada China karena gagal membayar utang, maka kasus seperti ini memang belum terjadi di Indonesia.
Namun beberapa negara sudah mengalaminya, seperti Uganda yang menyerahkan pengelolaan Bandara Internasional Entebbe karena gagal membayar utang.
Kemudian Srilanka yang pada 2018 lalu menyerahkan pengelolaan Pelabuhan Hambantota yang dibangun melalui bantuan utang China sebesar US$1,5 miliar.
“Apakah kita sudah masuk dalam jebakan utang, belum, tetapi risikonya tetap ada. Itu yang perlu diantisipasi,” kata Faisal.
Berita Terkait
-
KONI-KOI Akhiri Konflik Sepak Takraw, Erick Thohir: Pertanda Positif
-
Kaleidoskop 2025: 4 Pendatang Baru Film Indonesia yang Paling Booming
-
Diistimewakan PSSI, Timnas Indonesia U-22 Justru Jeblok di SEA Games 2025
-
DEWA dan BUMI Meroket, IHSG Menguat ke Level 8.693 dengan Transaksi 19 Triliun
-
Gagal ke Semifinal Langsung, Kekalahan Indonesia U-22 dari Filipina Karena Serangan Monoton
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
BRI Berkiprah 130 Tahun, Hadirkan 7.405 Kantor dan AgenBRILink Perkuat Akses Keuangan Nasional
-
BRI Sahabat Disabilitas Telah Berdayakan 370 Disabilitas di Berbagai Wilayah Indonesia
-
Kontribusi 19,9% Laba BRI Didongkrak Bisnis Bullion dan Emas
-
Wali Kota Bekasi Bagi-bagi Mainan untuk Anak-anak Korban Banjir
-
Dua Pemuda di Bekasi Cetak Uang Palsu Rp20 Juta