SuaraBekaci.id - Mengenal "Kodokushi" Mati Dalam Kesendirian. Kodokushi, sebuah kata yang ramai dibicarakan di Jepang sejak Gempa Bumi Hanshin tahun 1995.
Saat itu, ribuan orangtua Jepang dipindahkan ke tempat tinggal yang berbeda. Mereka sekarat sendirian, dikucilkan atau diisolasi dari keluarga dan teman.
Di era kini, pekerjaan jarak jauh dan kurangnya pertemuan sosial selama perang Jepang melawan virus corona telah membuat orang merasa semakin stres dan kesepian.
Isolasi pandemi telah disalahkan atas peningkatan pertama dalam kasus bunuh diri di Jepang dalam 11 tahun.
Orang Jepang yang lebih tua tidak terbiasa berkomunikasi secara online disebut lebih terisolasi dari dunia luar.
Bahkan generasi yang lebih muda dan paham teknologi telah berjuang dengan upaya jarak sosial yang berlarut-larut.
Kantor dan sekolah yang ditutup berarti mereka memiliki lebih sedikit kontak dengan kolega dan teman. Banyak juga yang kehilangan pekerjaan, menambah tekanan ekonomi pada situasi mereka.
Ini menjadi penanganan serius di Jepang. Tahun ini pemerintah Jepang kembali serius memikirkan Kodokushi.
Pemerintah Jepang meluncurkan Pos Kabinet menunjuk Menteri Kesepian untuk mengatasi masalah bunuh diri, kesepian atau Kodokushi.
Baca Juga: Wagub DKI: Pandemi Belum Usai, Hati-hati Subvarian Baru Delta Covid-19
Melansir Nikkei Asia, Perdana Menteri Yoshihide Suga pada Februari 2021, menunjuk Menteri Tetshusi Sakamoto sebagai Menteri Kesepian untuk mengatasi itu.
"Perempuan khususnya merasa lebih terisolasi dan menghadapi peningkatan angka bunuh diri," kata Perdana Menteri Yoshihide Suga kepada Sakamoto. "Saya berharap untuk mempromosikan kegiatan yang mencegah kesepian dan isolasi sosial dan melindungi hubungan antara orang-orang," kata Sakamoto kepada wartawan setelah pertemuan mereka.
Tanggung jawab Menteri Kesepian yang lain adalah revitalisasi regional, serta mengatasi penurunan angka kelahiran Jepang.
Kasus Bunuh Diri
Isolasi seringkali dapat diperburuk selama bencana alam dan bencana lainnya.
Pemerintah Jepang percaya tantangan semacam itu telah berkontribusi pada peningkatan bunuh diri - sebesar 750 menjadi 20.919 pada tahun 2020, menurut data awal dari polisi dan kementerian kesehatan.
Berita Terkait
-
9 Penyakit 'Calon Pandemi' yang Diwaspadai WHO, Salah Satunya Pernah Kita Hadapi
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!
-
Kadar Gula Tinggi dan Saturasi Oksigen Anjlok, Ivan Gunawan Merasa Ajal Sudah Dekat
-
Ulasan City of Ash and Red, Novel Thriller Psikologis yang Menyesakkan
-
Review Film Eddington: Paranoia Massal dan Satir Gelap Ala Ari Aster
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
BRI 130 Tahun: Jejak Raden Bei Aria Wirjaatmadja, Perintis Keuangan Rakyat Indonesia
-
BRI Berdayakan Ibu Rumah Tangga di Surakarta Jadi Pengusaha Fashion Premium
-
Misteri 4 Orang Tewas di Tol Tegal: Polisi Tunggu Hasil Forensik
-
BRI Dukung Pembiayaan Sindikasi Rp2,2 Triliun untuk Proyek Flyover Sitinjau Lauik
-
Terbongkar! Aksi Pencurian Mobil di Kawasan Industri Cikarang Libatkan Karyawan