Scroll untuk membaca artikel
Lebrina Uneputty
Kamis, 07 Oktober 2021 | 06:50 WIB
Ilustrasi Pajak. (pexels.com)

SuaraBekaci.id - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) direncanakan naik dari 10 persen menjadi 11 persen. 

Ekonom Bidang Industri, Perdagangan dan Inverstasi Institute for Development of Economics and Finance Ahmad Heri Firdaus memprediksi dampak dari kenaikan PPN tersebut. 

Heri Firdaus memprediksi, kenaikan tarif PPN akan menurunkan konsumsi masyarakat menjadi 2,05 persen. Upah riil akan turun 6,2 persen, ekspor hanya tumbuh 1,91 persen dan impor tumbuh 3,3 persen.

Pada akhirnya akan menekan pertumbuhan ekonomi dimana kontribusi produk domestik bruto masih yang terbesar.

"Kalau ada kenaikan PPN akan memperlambat proses daya beli masyarakat yang berdampak pada proses pemulihan," ungkap Heri Firdaus dalam Diskusi Publik Menakar Untung Rugi RUU HPP secara virtual, Rabu (6/10/2021).

Tak hanya itu kata dia neraca perdagangan juga akan terancam kembali ke jalur defisit.

Diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai dari 10 persen menjadi 11 persen, tahun 2022 mendatang.

Keputusan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang pada pekan ini akan disahkan menjadi UU.

Lebih lanjut Heri Firdaus menegaskan, tak sepakat jika pemerintah mengerek tarif PPN tahun depan. Menurutnya, ada upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk menaikkan penerimaan negara.

"Melalui penjaringan wajib pajak baru, salah satunya penertiban retail-retail non PKP (pengusaha kena pajak) yang menggunakan fasilitas non PKP. Ini bisa melalui penurunan ambang batas PKP Rp4,8 miliar menjadi lebih rendah," papar Ahmad.

Lalu, pemerintah juga bisa memperluas basis pajak yang disesuaikan dengan struktur ekonomi dan karakteristik kelompok masyarakat. Kemudian, memperluas objek cukai dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak.

Load More