SuaraBekaci.id - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah merilis hasil investigasi terkait kasus kecelakaan maut Cibubur yang terjadi di Jalan Transyogi Cibubur, Desa Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada Senin (18/7/2022).
Dari laporan akhir investigasi KNKT, ditemukan penyebab terjadinya kecelakaan maut yang mengakibatkan 10 orang, lima luka berat dan satu luka ringan.
Menurut laporan akhir tersebut, penyebab terjadinya kecelakaan truk trailer tangki Pertamina itu disebabnya adanya kegagalan pengereman.
"Berdasarkan hasil investigasi dan analisis dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya kecelakaan tabrakan beruntun ini adalah truk trailer tangki mengalami kegagalan pengereman terjadi karena persediaan udara tekan di tabung berada dibawah ambang batas, sehingga tidak cukup kuat untuk melakukan pengereman," tulis laporan akhir KNKT.
Baca Juga:Aksi Heroik Warga di Lokasi Selamatkan Anak Kecil dari Kecelakaan Maut Jalan Transyogi Cibubur
Menurut laporan akhir KNKT itu, penurunan udara tekan dipicu oleh dua hal yakni kebocoran pada solenoid valve klakson tambahan dan kedua adalah travel stroke kampas rem.
Resultante dua hal ini memaksa pengemudi melakukan pengereman berulang kali saat menghadapi gangguan lalu lintas karena rem tidak pakem.
Kemudian dari laporan akhir KNKT juga dipaparkan soal fatalitas korban disebabkan karena pengemudi mengalami kepanikan luar biasa disebabkan di depan ada beberapa kendaraan sementara muatan yang dibawanya adalah bahan yang mudah terbakar.
"Kondisi truk trailer tangki saat itu berada di lajur lambat, dan di sisi kiri terdapat trotoar yang cukup tinggi. Pada akhirnya pengemudi tidak mampu lagi menguasai
truk trailer tangki dan menabrak beberapa kendaraan roda empat yang ada di depannya,"
Pengemudi dari hasil laporan KNKT kemudian secara refleks membelokkan kemudi ke arah kanan untuk terlepas dari kendaraan yang ditabraknya.
"Namun ternyata di lajur kanan terdapat kerumunan kendaraan yang berhenti di APILL CBD sehingga tabrakan dengan kendaraan-kendaraan itu tidak terelakkan lagi,"
Faktor Jalan Transyogi dan Rambu Lalu Lintas
Laporan akhir KNKT juga menyimpulkan sejumlah kesimpulan terkait faktor jalan Transyogi. Salah satu kesimpulannya ialah jalan Transyogi termasuk jalan kolektor primer, yang beralih wewenang pembinaannya dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat.
"Perubahan wewenang ini tentu saja dengan mempertimbangkan dinamika pergerakan orang dan barang serta lalu lintas yang melintasi jalan Transyogi. Untuk itu jalan ini didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km per jam dengan lebar badan jalan minimal 9 meter, dan akses dibatasi," tulis laporan KNKT.
Selain itu, secara geometrik, jalan Transyogi memenuhi standar geometrik yang dipersyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PU Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
"Tingginya akses jalan minor ke jalan utama, serta adanya bukaan median untuk berputar arah akan dapat meningkatkan risiko konflik lalu lintas. Hal ini menjadi issue utama pada jalan Transyogi mengingat karakteristik lalu lintas pada jalan Transyogi sangat beragam, mulai kendaraan besar sampai sepeda motor,"
Yang juga tak kalah penting dari laporan akhir KNKT ini juga disebutkan bahwa Rambu yang bercampur dengan iklan atau reklame di sepanjang jalan.
"Banyak informasi yang diterima oleh pengemudi di sisi jalan. Kondisi ini merupakan hazard dan bisa menurunkan kewaspadaan pengemudi dan bahaya lainnya,"