"Tapi saya mah cuma nganter doang ya. Soalnya biasanya minta tolong ke saya anterin ke sini, ke situ, gitu," sambungnya.
Ia menjelaskan, praktik prostitusi lewat pesanan itu ada yang mengkoordinirnya.
"Jadi ada yang kordinir ya setahu saya, jadi sering disebutnya mamih-mamih gitu, dia yang punya jaringan perempuannya, istilah kata mah yang menyediakan, tapi itu udah lama. Sekarang mah saya nggak tahu itu di mana," jelasnya.
"Ketika di vila itu biasanya wisatawan yang menanyakan itu (ada perempuannya nggak). Nah disitu langsung bisanya penjaga vila ngontak ke mamih-mamih itu, dan disediakan. Sekarang mah saya udah lama nggak nganter-nganter lagi ke vila," sambungnya lagi.
Baca Juga:Geliat Bisnis Esek-Esek di Puncak Bogor Dulu dan Sekarang
Menurutnya, saat banyak warga asing yang menetap di kawasan Puncak Bogor, praktik prostitusi itu sangat banyak. Bahkan sampai ada istilah kawin kontrak.
Namun, hal itu sudah tidak ada lagi setelah Pemerintah Kabupaten Bogor menerapkan peraturan baru, untuk warga asing menetap di Puncak.
"Dulu mah ketika belum ada aturan pemerintah, warga asing banyak di sini (Puncak Bogor) menetap ada kawin kontrak. Sekarang mah saya nggak denger lagi. Pokoknya mulai sepi setelah ada pandemi Covid-19 aja ini," jelasnya HA.
Bahkan, perempuan pemuas nafsu pria hidung belang itu ada dari luar negeri yang juga disediakan.
Baca Juga:Curhat Open BO: Jadi Driver Taksi Online Gara-gara Patroli Siber
"Dulu mah ada yang dari luar negeri juga, tapi harganya mahal bisa sampai Rp 3-5 juta. Soalnya cantik kan ya, kalau luar negeri. Tapi kalau yang indo-indo mah paling mahal Rp 1 juta," tukasnya.