Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Senin, 09 Oktober 2023 | 21:37 WIB
Para pendukung garis keras Beitar Jerusalem, La Familia. [AHMAD GHARABLI / AFP]

SuaraBekaci.id - Aksi militer Israel ke Palestina menewaskan ratusan warga sipil. Laporan pada akhir pekan lalu menyebutkan serangan rudal Israel ke Palestina menyebabkan 230 orang tewas dan 1000 lainnya terluka.

Serangan rudal Israel ini sebagai bentuk balasan setelah sebelumnya pihak HAMAS disebut telah melakukan serangan militer dari darat, udara dan laut hingga sebabkan 250 warga Israel dilaporkan tewas.

Selain itu, 1000 orang Israel juga dilaporkan luka-luka setelah HAMAS menembakkan 3000 roket dari Gaza ke wilayah Israel. Akibat serangan ini, sejumlah warga juga diminta mengungsi oleh tentara Israel.

Para warga Israel yang berada di 7 wilayah berbeda di Gaza seperti dikutip dari laporan BBC diminta untuk meninggalkan rumah mereka dan berlindung ke tempat penampungan.

Baca Juga: Serangan Hamas ke Israel: Bak Film Horor, 260 Peserta Festival Musik Tewas

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa pihaknya akan terus berperang melawan Hamas sebagai bentuk balasan karena telah menewaskan warga mereka.

"Pagi ini Hamas melancarkan serangan mendadak yang mematikan terhadap negara Israel dan warganya," kata Netanyahu.

Bicara soal Netanyahu, tak ada salahnya kita melihat sepak terjang kelompok-kelompok pendukungnya yang terkenal rasis dan anti Muslim, salah satu bernama La Familia.

La Familia dikenal sebagai kelompok suporter yang mendukung klub sepak bola Israel, Beitar Jerusalem.

Max Simon Nordau awalnya berkeinginan jadikan Beitar Jerusalem menjadi perwujudan ideal cita-citanya tentang Muskeljudentum alias Yahudi berotot. Namun mimpi si pendiri organisasi Zionis dunia itu berubah jadi mimpi terburuk sepak bola.

Baca Juga: Palestina Desak Komunitas Internasional Hentikan Penjajahan Israel

Berbicara di Kongres Zionis Kedua pada 1898 di Basel, Nordau mengatakan bahwa mereka yang jadi korban anti-semitisme di Eropa disebabkan kondisi fisik yang lemah. Orang Yahudi ini disebut Nordau sebagai orang lemah dan banci.

Pria kelahiran Budapest, Hungaria itu lantas tawarkan antitesis untuk orang-orang Yahudi untuk bangkit dan melawan praktik rasial yang diterima.

Menurut Nordau, orang Yahudi terbiasa hidup suram di rumah tanpa matahari, dengan mata terbiasa berkedip ketakutan membayangkan penganiayaan.

“Dalam kesuraman rumah-rumah tanpa matahari, mata kami menjadi terbiasa berkedip gugup, karena takut akan pengianiyaan terus-menerus, timbre suara kami padam berubah jadi bisikan cemas," ujar Nordau seperti dinukil dari israeled.org

Nordau kemudian mendorong dibentuknya tempat gym dan klub atletik untuk merealisasikan konsep pemikirannya Yahudi berotot. Pemikiran ini terbukti ampuh, dalam selang waktu beberapa tahun sejumlah orang Yahudi Eropa mengalami peningkatan dalam hal prestasi olahraga juga intelektual.

Seabad setelah Nordau berpidato di Basel dengan populerkan gagasan Yahudi Berotot, muncul basis suporter di Jerusalem yang kekinian jadi mimpi buruk sepak bola.

Kemunculan Beitar Jerusalem

Beitar lahir dan jadi salah satu klub sepak bola cukup populer di Israel. Ketenaran klub ini setara dengan Maccabi Haifa, Maccabi Tel Aviv dan Hapoel Tel Aviv.

Namun yang membedakan Beitar dengan klub Israel lainnya ialah identitas politik. Klub yang didirikan oleh dua pemuda Jerusalem, David Horn dan Shmuel Kirschstein pada 1936, awalnya hanya klub kecil yang menantang klub lokal lainnya.

Yang jadi catatan menarik adalah latar belakang dua pendiri klub ini. David Horn tercatat sebagai pemimpin dari Gerakan Betar, gerak pemuda Zionis yang melawan protokol yang ditetapkan Inggris atau dikenal sebagai Mandat Inggris pada 1920.

Gerakan Betar dibawah Horn jadi salah satu organisasi yang membantu imigrasi banyak orang Yahudi ke tanah Palestina sepanjang 1930 hingga 1940. Pilihan ini yang membuat gerakan Betar dianggap pemberontak oleh otoritas Inggris.

Kekinian, basis penggemar klub Beitar diidentikkan dengan gerakan Revisionis Betar dan partai penerusnya, Partai Likud. Dan seperti yang diketahui, politisi partai Likud Benjamin Netanyahu adalah pendukung utama klub Beitar Jerusalem.

Klub Beitar juga memiliki afiliasi dengan kelompok Irgun, kelompok paramiliter Zionis yang beroperasi pada periode 1931 hingga 1948. Afiliasi Beitar dengan Irgun bisa dilihat dari munculnya nama Haim Corfu.

Siapa Haim Corfu? Ia adalah politikus Yahudi kelahiran Jerusalem pada 1921. Sebelum menjadi politikus, Corfu seperti dikutip dari The Times of Israel pernah bermain untuk Beitar.

Selain sebagai pesepak bola, Corfu adalah ahli bahan peledak, ia juga tercatat sebagai anggota dari kelompok Irgun. Kemampuannya dengan bahan peledak digunakan untuk membunuh dua petugas polisi investigasi Palestina asal Inggris, Ralph Cairns dan Ronald Barker.

Pada 26 Agustus 1939, Cairns dan Barker terkena ranjau darat yang dipasang oleh kelompok Irgun di Rehavia, Jerusalem. Dari hasil investigasi pihak Inggris, ranjau yang mengandung 15 kilogram bahan peledak dan 5 kg potongan logam itu ditaruh atas perintah pemimpin Irgun, Hanoch Kalai dan Corfu yang bertugas untuk membuatnya.

Terbunuhnya dua polisi itu membuat otoritas Inggris menangkap anggota Irgun, termasuk para pemain klub Beitar. Sejumlah orang yang ditangkap kemudian dikirim ke sejumlah negara di kawasan Afrika Timur, seperti Sudan dan Kenya. Di tanah pengasingan ini sejumlah anggota Irgun kemudian mendirikan Beitar Eritrea FC.

Tahun 1947, Gubernur Inggris di Palestina, Sir Alan Cunningham menyatakan Beitar Jerusalem sebagai organisasi terlarang. Aturan ini memaksa klub mengubah nama menjadi Nordia Yerusalem. Nama ini terus digunakan sampai akhirnya Israel diakui sebagai negara pada Mei 1948.

Sayangnya masa suram Beitar belum berhenti meski Israel kemudian diakui sejumlah pihak sebagai negara merdeka. Beitar pada periode 1948 masih tertinggal di kancah sepak bola Israel.

Sejumlah klub seperti Maccabi Tel Aviv ataupun klub yang berafiliasi dengan partai buruh Israel meraih banyak kesuksesan. Klub bernama Hapoel dan Maccabi berada di papan atas Liga Israel.

Likud Berkuasa, Beitar Berjaya

Periode 70-an, Partai Likud menang pemilu Israel, mereka pun menguasai DPR-nya Israel, Knesset. Likud yang dipimpin oleh Menachem Begin mampu gulingkan kekuasaan kaum kiri di politi Israel.

Kemenangan partai Likud membawa angin perubahan bagi Beitar. Pada 1987, Beitar meraih gelar pertama di kompetisi Israel. Sayang kemudian fajar baru bagi Beitar sempat terbenam pada 1991. Di tahun itu, Beitar terdegradasi ke level kedua kompetisi Liga Israel.

Era 90-an bisa dibilang nano-nano bagi Beitar Jerusalem, mereka mampu meraih banyak gelar namun di luar lapangan doktrin Yahudi Berotot benar-benar diterapkan oleh supporter.

"Para penggemar Beitar ini tidak lagi mirip dengan orang-orang Yahudi lama, mereka meniru strerotip para pemabuk, berandalan bertelanjang dada," tulis Samiran Mishra dalam artikelnya berjudul The Most Racist Club in The World.

Gagasan Muskeljudentum milik Nardou diterapkan suporter Beitar dengan modus yang bermutasi dan menyimpang. Sebagian besar suporter Beitar garis keras diketahui keturunan Yahudi Mirzahi atau kelompok Yahudi yang leluhurnya berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara.

Di pandangan mereka, mereka mempunyai pertautan dengan orang-orang Islam, namun tentu saja bukan hubungan yang baik. Karenanya saat Goram Ajoyev pemain asal Tajikistan beragama Islam memberanikan diri bermain untuk Beitar, suporter ini tunjukkan calingnya.

Goram merupakan pemain Muslim pertama yang bermain di Beitar. Pada 2004, datang lagi pemain Muslim lain dari Nigeria. Ia adalah Ibrahim Ndala. Ia berkulit hitam dan beragaman Islam.

Bagi Ndala, ia hanya cukup memainkan 5 laga bersama Beitar. Umpatan dan makian rasial dari pendukug sendiri membuatnya angkat koper dari Beitar.

"Itu adalah pengalaman pahit bagi saya. Mereka bernyanyi untuk saya, 'Hai kau orang Arab, pulanglah'. Di Nigeria, saya tidak pernah mengalami perilaku seperti ini. Ini bukan persaingan politik atau etnis, tapi karena saya seorang Muslim saya tidak bermain untuk Beitar," jelas Ndala.

Perdamaian Datangkan Kebencian

Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton pada 13 September 1993 mendapat pujian dari banyak pihak karena mampu membuat pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat dan PM Israel, Yitzhak Rabin berjabat tangan di Gedung Putih.

Jabat tangan itu menandakan pihak Israel setuju untuk menarik pasukan mereka dari sejumlah wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta membuat Palestina memiliki hak untuk mengatur wilayah mereka sendiri.

Perjanjian damai Israel-Palestina atau yang dikenal Perjanjian Oslo rupanya jadi api dalam sekam bagi sejumlah faksi sayap kanan di Israel. Muncul perlawanan dari kelompok sayap kanan Israel seperti yang dilakukan oleh Baruch Goldstein, dokter keturunan Israe-Amerika yang membantai 29 orang Islam dan melukai 125 lainnya di dalam Masjid Ibrahim yang berlokasi di Hebron, Tepi Barat pada 1994.

Satu tahun setelah peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Goldstein, Yitzhak Rabin temui ajalnya. Ia tewas dibunuh oleh Yigal Amir, seorang ekstremis sayap kanan Israel.

Kelompok La Familia ini terus membuat propaganda anti Arab/Muslim saat Beitar bertanding, baik laga tandang ataupun kandang. Pada 1997, La Familia tunjukkan aksi beringas mereka saat Beitar melawan Hapoel Taibe, tim Arab pertama di Liga Israel.

Bermain di markas lawan, pemain Hapoel Taibe harus menerima cacian rasial dan serangan dari La Familia selama 90 menit penuh pertandingan.

Di era 200-an, aksi La Familia terus meningkat. Pada 2007, mereka membuat chant berisi hinaan untuk Nabi Muhamaad. Chant ini kemudian mereka teriakkan saat Beitar melawan Bnei Sakhnin, klub Arab-Israel.

Aksi ini membuat PSSI-nya Israel, IFA menjatuhkan sanksi untuk Beitar. Klub ini terpaksa melakoni laga melawan Bnei tanpa kehadiran penonton.

Saksi ini kemudian dibalas oleh La Familia dengan aksi pembakaran kantor IFA dan meninggalkan grafiti dengan narasi ancaman pembunuhan kepada ketua IFA.

"Semakin banyak fans diserang media, mereka akan semakin tunjukkan provokasi rasial mereka. Saya tidak yakin semua yang menyanyikan itu rasis. Namun itu yang terjadi di tribun," ucap David Frenkiel salah satu pendukung Beitar.

Bagi pendukung Beitar sendiri saat ini meresa bahwa tida semuanya suarakan anti Arab/Muslim dan xenofobia. Kelompok yang gencar menyuarakan ini adalah La Familia yang memiliki tempat di tribun timur.

Meski begitu, Beitar sampai saat ini masih dalam bayang-bayang sepak terjang La Familia yang rasis dan memiliki pandangan kuat untuk wujudkan Yahudi Berotot versi mereka.

Load More