Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 18 April 2022 | 07:43 WIB
Dari kiri: KH. Moh. Dahlan, Habib Ali Al-Attas (Cikini), KH. Nachrowi, KH. M. Tambih, dan KH. Idham Chalid. [NU.or.id/Dokumentasi Keluarga Kiai Tambih]

Kiai Tambih juga seorang penggerak dakwah di majelis-majelis taklim yang ada di Betawi bersama Habib
Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Hhabib Ali bin Husein Al-Atthas (Cikini/Bungur), dan KH Tohir Rohili Kampung Melayu.

Dalam kaitan itu, menurut Ahmad Fadli, Kiai Tambih berhasil menyatukan ulama dan habaib di Betawi yang kala itu berdakwah sendiri-sendiri di majelisnya masing-masing. Berkat Kiai Tambih, para ulama dan habaib di Betawi melakukan dakwah kolektif yang berpusat di Attahiriyah dan Kwitang.

Kiai Tambih mampu membangun jaringan keulamaan di Betawi, mulai dari Luar Batang, Kampung Bandan, Kwitang, Cikini, Kampung Melayu, Bekasi, Empang Bogor, hingga Banten.
Karena itulah, Kiai Tambih mendapat kepercayaan dari KH Idham Cholid (Ketua PBNU dan Menko Kesra saat itu), untuk menjadi ketua panitia peringatan Maulid Nabi Muhammad di rumah dinas KH Idham Cholid di Jalan Mangunsarkoro, Menteng. Kiai Tambih dikenal sebagai pribadi yang rajin bersilaturahim.

Sebab ia tak segan-segan menyambangi rumah para ulama dan habaib, jika kedapatan tidak hadir lebih dari dua kali dari taklim bersama itu. Hal itu dilakukan hanya demi mendapatkan kepastian kabar.

Baca Juga: Video Viral Nasib Begal yang Korbannya Ternyata Anggota TNI, 'Kutandai Kau!'

Selain itu, Kiai Tambih pernah menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bekasi dari Partai NU dan sempat menjadi Pegawai Pengadilan Agama Kabupaten Bekasi. Terakhir, namanya masuk di jajaran kepengurusan PBNU bagian dakwah.

Semasa hidupnya, Kiai Tambih mengarang dua buah kitab yang berjudul Bayanul Haq lil Ijtima’i wal Ittifaq dan I’anatul Ikhwan. Ia wafat pada 23 April 1977 dan jenazahnya dimakamkan di kampung halamannya, di Kampung Setu, Bintara Jaya, Bekasi Barat.

Load More