Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Selasa, 22 Februari 2022 | 12:33 WIB
Tersangka Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi berjalan saat akan dihadirkan dalam konferensi pers penetapan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraBekaci.id - Lurah Jatibening, Mulyadi dan lurah Bantargebang, Susanto hari ini, diperiksa oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi Wali Kota Bekasi Nonaktif, Rahmat Effendi.

Pemanggilan dua lurah untuk tim penyidik KPK menelusuri aliran sejumlah uang kepada Rahmat Effendi dari para aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota Bekasi dan pihak swasta yang mengerjakan proyek-proyek di Bekasi.

Selain dua lurah tersebut, KPK juga memeriksa dua saksi lainnya yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bekasi Karto dan Peter dari pihak swasta.

"Di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, empat saksi hadir dan dikonfirmasi perihal aliran sejumlah uang yang diterima dan diduga atas permintaan Tersangka RE yang berasal dari para ASN Pemkot Bekasi ataupun para pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Pemkot Bekasi," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengutip dari Antara.

Baca Juga: Dalami Aliran Uang Untuk Rahmat Effendi, Empat Saksi Kembali Dihadirkan KPK Mulai dari Kepala BKPSDM Hingga Lurah

KPK sebenarnya hari ini juga memanggil satu saksi lainnya, yaitu Kepala Seksi Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Kota Bekasi Anton Laranono.

Namun, Anton tidak bisa hadir dan akan dilakukan penjadwalan ulang.

Sebelumnya pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait dengan kasus dugaan korupsi tersebut.

Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Lalu, pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Baca Juga: Update Kasus Korupsi Rahmat Effendi: KPK Panggil Pejabat Kejaksaan Negeri Bekasi

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Load More