SuaraBekaci.id - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyerukan rehabilitasi Coki Pardede karena dia sebagai pemakai narkoba. Coki Pardede ditangkap polisi di kediamannya, Komplek Foresta Cluster Fiore, Cisauk, Tangerang Selatan, Rabu (1/9/2021).
Coki ditangkap bersama seorang perempuan berinisal WLY atas kasus dugaan penyalahgunaan Narkoba jenis sabu.
Saat ditangkap, Coki Pardede masih dalam pengaruh narkoba. Sementara barang bukti yang turut disita adalah satu klip sabu.
ICJR menilai Coki dikategorikan sebagai pengguna Narkoba dan diupayakan untuk direhabilitasi.
Baca Juga:Waduh! Coki Pardede Ditangkap Saat Nonton Bokep Cowok, Gay?
"Perlu digarisbawahi bahwa merujuk pengaturan gramatur kepemilikan narkotika jenis sabu di bawah 1 gram berdasarkan SEMA 4/2010 jo. SEMA 3/2011, maka Coki dapat diklasifikasikan sebagai pengguna narkotika dan wajib diupayakan rehabilitasi," ujar Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangannya yang diterima Suara.com, Kamis (2/9/2021).
Erasmus menuturkan untuk memastikan posisi Coki sebagai pengguna narkotika, maka Coki harus sesegara mungkin dihadapkan kepada Tim Asesmen Terpadu (TAT).
Hasil dari TAT kata Erasmus akan menjadi dasar kuat rehabilitasi terhadap Coki.
"Upaya untuk rehabilitasi ini juga sejalan dengan Pedoman Penuntututan Pedoman Penuntutan Jaksa no. 11/2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika yang menentukan pengguna narkotika yang dikenakan Pasal 127 UU Narkotika harus untuk segera direhabilitasi," tutur dia.
ICJR juga menyoroti terkait glorifikasi penangkapan Coki Pardede oleh aparat penegak hukum maupun oleh media.
Baca Juga:Coki Paredede Akui Pakai Sabu Sudah 8 Bulan Lalu, Pernah Berhenti Tapi..
Penangkapan yang terlalu diekspos, dinilai ICJR, hanya melanggengkan stigma pengguna narkotika adalah seorang pelaku kejahatan.
"Dengan gramatur yang masih berada dibawah ambang batas oleh ketentuan yang ada, Coki sebagai pengguna yang seharusnya dilindungi bukan untuk dipermalukan apalagi dihukum. Tindakan ini hanya akan memberikan stigma yang buruk dan membuat akses terhadap kesehatan bagi pengguna narkotika akan semakin jauh," kata Erasmus.
Selain itu, ICJR menyinggung UU Narkotika yang dianggap gagal dan tidak solutif atas permasalahan peredaran gelap narkotika di Indonesia. Bahkan kata Erasmus, UU Narkotika berujung pada kriminalisasi pengguna narkotika.
"UU Narkotika lagi-lagi gagal dan tidak solutif atas permasalahan peredaran gelap narkotika di Indonesia," tutur Erasmus.
"UU Narkotika hanya membuka peluang besar yang menyasar pengguna narkotika yang harusnya dilindungi bukan dihukum, dan ujung-ujungnya adalah kriminalisasi pengguna narkotika," sambungnya.
ICJR juga kembali menyerukan adanya perubahan UU Narkotika untuk memastikan pengguna narkotika terhindar dari hukuman penjara.
"Pendekatan kesehatan harus menggantikan pendekatan kriminal yang selama ini terbukti gagal," katanya. (Antara)