Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Selasa, 01 Februari 2022 | 08:40 WIB
Warga tengah bersembayang di Klenteng Hok Lay Kiong, Bekasi (Suara.com/Galih Prasetyo)

SuaraBekaci.id - Bangsa Tionghoa memiliki daya jelajah yang cukup luas. Hampir di seluruh dunia ditemukan masyarakat etnis Tionghoa.

Hal ini juga dibuktikan dengan tersebarnya etnis Tionghoa diberbagai wilayah di Indonesia termasuk di Kota Bekasi.

Kota Bekasi tidak lepas dengan keberadaan Pasar Proyek Bekasi yang berada di Jalan Ir H Juanda, di mana lebih dari 50 persen pemilik toko di pasar proyek Bekasi merupakan etnis Tionghoa.

Tidak jauh dari Pasar Proyek Bekasi juga terdapat Klenteng tertua bernama Hok Lay Kiong yang tepatnya berlokasi di Jalan Kenari 1, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur.

Baca Juga: Ridwan Kamil Sebut Ada 492 Orang Probable Omicron yang Tersebar di Bogor, Depok dan Bekasi

Lalu bagaimana etnis Tionghoa dapat masuk dan menetap di Kota Bekasi?

Persiapan Klenteng Hok Lay Kiong, Bekasi menyambut perayaan Tahun Baru Imlek 2022 (Suara.com/Galih Prasetyo)

Ketua Yayasan Pancaran Tridharma, Ronny Hermawan mengatakan pada zaman Indonesia dikuasai oleh Belanda, etnis Tionghoa merupakan buruh atau pekerja dari perusahaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang berlokasi di Batavia atau yang sekarang dikenal dengan Jakarta.

Ronny juga menceritakan sekira tahun 1700-an terjadi pemberontakan etnis Tionghoa karena permasalahan terkait upah yang diberikan oleh VOC tidak sesuai.

"Sampai terjadi chaos (kerusuhan), akhirnya VOC menggunakan power, menggunakan senjata dan fisik," kata Ronny, Kamis (27/1/2022).

Akibat insiden itu, etnis Tionghoa yang berada di wilayah Batavia menjadi korban dan memilih untuk berimigrasi ke wilayah luar Batavia.

Baca Juga: Gerak Cepat Polresta Solo Lakukan Rekayasa Lalu Lintas Cegah Kemacetan di Taman Lampion Balai Kota dan Pasar Gede

"Banyak yang dihukum dan ditangkap. Tapi banyak juga yang lari ke pinggiran Batavia seperti di Bekasi," katanya.

Sementara menurut sejarahwan Bekasi, Ali Anwar akibat pemberontakan etnis Tionghoa di wilayah Batavia pada tahun 1740-an, banyak dari mereka yang memilih pindah ke Bekasi.

Pada tahun 1750-an etnis Tionghoa yang selamat dapat berbaur dengan warga asli Bekasi.

"Daerah yang paling ramai pada saat itu ya pada saat itu tentu pasar proyek bekasi," kata Ali.

Pasar Proyek Bekasi dan Masyarakat Tionghoa

Ali juga menceritakan sebelum masuknya etnis Tionghoa wilayah Bekasi, Pasar Bekasi sudah terbentuk cukup lama.

Pasar Bekasi yang saat ini bernama Pasar Proyek Bekasi menjadi pasar karena dilalui oleh sungai atau Kali Bekasi dengan menghubungkan kali Cilengsi dan kali Cikeas.

"Pasar Bekasi itu terbentuk karna memang sudah ada masyarakatnya (warga asli Bekasi) dan terjadinya hubungan mutualistik antar masyarakat di daerah pedalaman dengan masyarakat di daerah pantai," jelasnya.

"Titik temunya itu kemudian menjadi menjadi Pasar Bekasi," lanjutnya.

Etnis Tionghoa yang berhasil masuk ke wilayah Bekasi berbaur dengan warga asli dan berbisnis dengan membuat toko-toko.

"Jadilah Pasar Bekasi menjadi ramai antar berbagai suku dan etnis di Bekasi Pada saat itu," jelas Ali.

Tidak adak penolakan dari warga asli dengan masuknya etnis Tionghoa.

Persiapan Klenteng Hok Lay Kiong, Bekasi menyambut perayaan Tahun Baru Imlek 2022 (Suara.com/Galih Prasetyo)

Menurut Ali, pada saat itu tidak terjadi penolakan dari warga asli Bekasi kepada etnis Tionghoa. Dikarenakan etnis Tionghoa pada saat itu bukan berasal dari orang yang memiliki harta dan etnis Tionghoa hanya berniat untuk berdagang.

"Cuma memang dicurigai masuk ke Bekasi karena bagaimanapun mereka (etnis Tionghoa) orang yang diburu, orang yang di kejar (oleh VOC)," kata Ali.

Akan tetapi, etnis Tionghoa berhasil menyesuaikan bahasa dan kehidupan sehingga dapat diterima di Bekasi.

Masyarakat yang berjualan di Pasar Bekasi berasal dari banyak etnis dan latar belakang. Masing-masing mereka mendirikan rumah ibadahnya, termasuk etnis Tionhoa.

Klenteng Hok Lay Kiong diperkirakan dibangun setelah etnis Tionghoa masuk dan berbaur dengan warga pribumi.

"(pembangunan Klenteng) dikaitkan dengan mulai bermigrasi nya orang-orang Tionghoa dari Batavia yang melarikan diri ke Bekasi dan mereka mendirikan rumah ibadah," jelasnya.

Kekinian, budaya yang dibawa etnis Tionghoa sudah dapat diterima oleh masyarakan pribumi sehingga terjadi pencampuran antar budaya menjadi budaya baru.

Seperti panggilan tante dalam bahasa betawi disebut 'Encing' sedangkan etnis Tionghoa memanggil tante dengan sebutan 'Encim'.

"Karena memang sudah terjadi akulturasi, asimilasi, kawin silang dan lain sebagainya antara orang-orang betawi, cina dan yang sekitarnya disini," tambah Ronny Hermawan.

Kontributor : Imam Faisal

Load More