Di antara sekolah Islam yang lebih informal pun, seperti pondok pesantren, jumlah santri laki-laki dan perempuan juga setara.
Bagi Afganistan, mengikuti jejak madrasah di Indonesia dapat menjadi solusi untuk menutup kurangnya sekolah di negara tersebut.
Banyak wilayah di Afganistan, misalnya, hingga saat ini masih terpencil. Infrastruktur digital yang buruk dan minimnya sekolah negeri membuat madrasah jadi satu-satunya opsi untuk memperluas pendidikan untuk perempuan.
Bahkan setelah pemerintah Amerika Serikat (AS) mengucurkan triliunan dolar selama masa kependudukannya, sekitar dua pertiga perempuan dengan usia di level pendidkan menengah tidak mengenyam bangku sekolah.
Dengan kata lain, bahkan sebelum Taliban kembali berkuasa, capaian terkait akses pendidikan perempuan belum memuaskan.
Model madrasah di Indonesia ini dapat menjadi solusi terjangkau bagi berbagai pemerintah dunia untuk memperluas akses sekolah.
Negara Muslim yang lain, yakni Bangladesh, misalnya, mengikuti jejak Indonesia dalam menggandeng madrasah.
Saat ini, di negara tersebut, perempuan di level pendidikan menengah jumlahnya lebih banyak dari laki-laki.
Bahkan, jauh sebelum Taliban mengumumkan rencana mereka akhir-akhir ini untuk mewajibkan jilbab dan memisahkan murid berdasarkan gender, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan serupa pada tahun 2014 untuk membatasi pakaian murid perempuan di sekolah.
Di sini, suatu pelajaran penting bagi Afganistan dari Indonesia adalah penerapan hukum Islam tetap bisa berjalan beriringan dengan agenda global untuk menyekolahkan perempuan.
Pendidikan hari ini, investasi perjuangan di masa depan.
Tidak dapat dipungkiri, menggandeng sekolah berbasis agama seperti madrasah memang bukanlah sesuatu yang ideal jika suatu negara ingin merasakan dampak maksimal dari pendidikan.
Namun, masyarakat Muslim harus diberikan keleluasaan untuk menegosiasikan hak sipil mereka dengan penguasa.
Prioritas utamanya adalah menyekolahkan perempuan. Perempuan yang berpendidikan adalah kunci untuk perubahan sosial di masa depan.
Di Indonesia, misalnya, perempuan dan orang tua dalam beberapa tahun terakhir memprotes berbagai aturan yang mewajibkan pemakaian hijab – dari sektor industri hingga lingkungan sekolah.
Berita Terkait
-
Siti Aisyah Gemilang, Indonesia Raih Emas Pertama di Asian Youth Para Games 2025
-
Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
-
Kritik Greg Nwokolo ke Indra Sjafri Jadi Sorotan Internasional, Ada Apa?
-
Indra Sjafri Disorot Usai Juara Bertahan Tumbang, Pilih Acuhkan Sindiran Publik
-
Timnas Indonesia Merugi Tak Naturalisasi Pemain Didikan Marcelo Bielsa, Solid dan Tangguh
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
BRI Berkiprah 130 Tahun, Hadirkan 7.405 Kantor dan AgenBRILink Perkuat Akses Keuangan Nasional
-
BRI Sahabat Disabilitas Telah Berdayakan 370 Disabilitas di Berbagai Wilayah Indonesia
-
Kontribusi 19,9% Laba BRI Didongkrak Bisnis Bullion dan Emas
-
Wali Kota Bekasi Bagi-bagi Mainan untuk Anak-anak Korban Banjir
-
Dua Pemuda di Bekasi Cetak Uang Palsu Rp20 Juta