SuaraBekaci.id - Festival Tabuik jadi tradisi turun menurun menyambut Hari Asyura di Pariaman, Sumatera Barat. Festival Tabuik biasanya digelar setahun sekali, namun Tahun 2021 tidak digelar karena pandemi COVID-19.
Dikutip dari Suara.com, festival ini diperkirakan telah berumur hampir seratus tahun, dan telah ada sejak abad ke-19 Masehi.
Perhelatan tabuik merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali saat pecah perang Karbala yang jatuh pada tanggal 10 Muharram.
Tabuik sendiri diambil dari bahasa arab 'tabut' yang bermakna peti kayu.
Nama tersebut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.
Legenda tersebut mengisahkan bahwa setelah wafatnya cucu Nabi, kotak kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh buraq.
Berdasarkan legenda inilah, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya.
Menurut kisah yang berkembang di tengah masyarakat, ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi.
Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari Timur Tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah.
Baca Juga: Riset: Pandemi Membuat Orang Semakin Menghargai Kebersamaan
Pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini.
Tabuik ada dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman.
Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah.
Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.
Awalnya, tabuik memang hanya ada satu, yaitu tabuik pasa. Sekitar tahun 1915, atas permintaan segolongan masyarakat, dibuat sebuah tabuik yang lain.
Atas kesepakatan para tetua nagari, tabuik ini harus dibuat di daerah seberang Sungai Pariaman.
Berita Terkait
-
Puncak Musim Hujan Masih Berlangsung, Gubernur Sumbar Imbau Warga Waspadai Bencana Susulan
-
Respons Imbauan Mensos Donasi Bencana Harus Izin, Legislator Nasdem: Jangan Hambat Solidaritas Warga
-
Mampukah Dana Siap Pakai dalam APBN ala Prabowo Bisa Pulihkan Sumatera?
-
Jadi Hiburan Korban Banjir, Komeng Kasih Bantuan ke Sumatera Bareng PMI
-
Korban Meninggal Banjir dan Longsor di Sumatera Bertambah Jadi 969 Jiwa
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
Terkini
-
BRI 130 Tahun: Jejak Raden Bei Aria Wirjaatmadja, Perintis Keuangan Rakyat Indonesia
-
BRI Berdayakan Ibu Rumah Tangga di Surakarta Jadi Pengusaha Fashion Premium
-
Misteri 4 Orang Tewas di Tol Tegal: Polisi Tunggu Hasil Forensik
-
BRI Dukung Pembiayaan Sindikasi Rp2,2 Triliun untuk Proyek Flyover Sitinjau Lauik
-
Terbongkar! Aksi Pencurian Mobil di Kawasan Industri Cikarang Libatkan Karyawan