SuaraBekaci.id - Sejumlah perajin tempe terpaksa gulung tikar. Penyebabnya, karena harga kedelai naik hingga 35 persen. Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengrajin Tempe Pekalongan Indonesia , Haryanto.
Kenaikan harga kedelai membuat perajin tahu tempe di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) gulung menjerit.
Mereka telah menggelar aksi mogok produksi tahu dan tempe sejak Kamis (31/1/2020). Besok, Minggu (3/1/2020), mereka sepakat untuk menghentikan aksi mogok produksi tersebut.
Haryanto mengaku tak sedikit para perajin yang tergabung dalam organisasinya gulung tikar akibat kenaikan harga kedelai tersebut.
Perajin tahu dan tempe asal Pekalongan yang kini tinggal di Tangerang, itu berharap kepada pemerintah untuk bisa menekan kembali harga kedelai seperti semula.
"Dengan adanya kenaikan harga kacang kedelai impor yang sangat tinggi dari Rp 7.000 menjadi Rp 9.500 per kilonya telah menimbulkan keresahan. Lonjakan harga ini membuat para perajin gulung tikar. Kami berharap pemerintah bisa menstabilkan kembali harga seperti semula," katanya dilansir dari Antara, Sabtu (2/1/2020).
Sementara, Ketua Bidang Hukum Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI) Fajri Safii mengatakan, aksi mogok produksi tersebut terpaksa dilakukan karena harga kedelai naik hingga 35 persen.
Dengan digelarnya aksi mogok produksi tersebut, mereka berharap pemerintah bisa mendengar keluhan sehingga mengeluarkan kebijakan agar harga kedelai bisa kembali normal. Menurut Fajri, saat ini lonjakan harga kedelai mencapai kisaran Rp 9.000 sampai Rp 10.000.
Sedangkan, harga kedelai pada bulan lalu, ungkapnya Fajri, hanya di kisaran Rp 7.000 sampai Rp 7.500.
Baca Juga: Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu dan Tempe Menjerit Minta Solusi Pemerintah
"Kenaikan harga kedelai sebesar itu menyebabkan para pengrajin tahu mogok produksi karena tidak sanggup lagi membeli kedelai," katanya, Sabtu (2/1/2021).
"Kalau melihat Peraturan Menteri Perdagangan nomor: 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang ketentuan impor kedelai dalam rangka stabilitas harga kedelai. Peraturan ini dianggap menghambat tumbuhnya importir-importir baru yang menyebabkan seseorang importir lama bisa semaunya menentukan harga, dan melakukan kesepakatan harga atau kesepakatan pembagian wilayah pemasaran. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat," katanya.(Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
-
4 Tablet RAM 8 GB dengan Slot SIM Card Termurah untuk Penunjang Produktivitas Pekerja Mobile
-
3 Fakta Perih Usai Timnas Indonesia U-22 Gagal Total di SEA Games 2025
Terkini
-
Terbongkar! Aksi Pencurian Mobil di Kawasan Industri Cikarang Libatkan Karyawan
-
4 Orang Tewas Misterius Dalam Mobil Toyota, Identitas Korban Terungkap!
-
AgenBRILink Tingkatkan Inklusi Keuangan di Wilayah 3T, Contohnya Muhammad Yusuf di Sebatik
-
BRI Perluas Jangkauan Perbankan dengan Konektivitas Satelit
-
BRI Berkiprah 130 Tahun, Hadirkan 7.405 Kantor dan AgenBRILink Perkuat Akses Keuangan Nasional