Orang-orang yang datang ke majelis itu adalah para ustadz dari wilayah Bekasi dan sekitarnya, seperti Lemahabang, Cakung, Klender, Pondok Ungu, Bintara, Jatiwaringin, dan Pondok Gede. Beberapa ulama sempat mengajar di majelis taklim itu. Di antaranya Habib Soleh bin Abdulloh Al-Atthos, KH Muchtar Tabrani, KH Nahrawi (Lengkong/Banten), KH Tb Sholeh Ma’mun (Serang/Banten), dan KH Syukron Ma’mun.
Tokoh-tokoh nasional seperti KH Idham Cholid (Ketua PBNU 1956-1984), KH Wahab Chasbullah (Pendiri NU), dan KH Ali Maksum (Krapyak) juga pernah mengunjungi majelis taklim yang didirikan Kiai Tambih itu.
Perjalanan dakwah Kiai Tambih lebih banyak dihabiskan dengan menjadi aktivis Nahdlatul Ulama. Ia juga menjadi peletak dasar berdirinya NU di Bekasi bersama KH Muchtar Tabrani (Pendiri Pesantren Annur, Kaliabang Nangka, Bekasi).
Karena perjalanannya sebagai aktivis NU itu, Kiai Tambih memiliki kedekatan dengan ulama-ulama dan tokoh-tokoh nasional seperti KH Idham Cholid, Subhan ZE, KH Wahab Chasbullah, Usmar Ismail, Asrul Sani, dan Djamaluddin Malik. Bahkan, Kiai Tambih pernah mendapat hadiah seekor kuda dari Djamaluddin Mmalik.
Kuda itulah yang kerap menjadi kendaraannya setiap salat Jumat dari Kranji ke Bintara, lengkap dengan jubah seperti Pangeran Diponegoro.
Baca Juga:Video Viral Nasib Begal yang Korbannya Ternyata Anggota TNI, 'Kutandai Kau!'
Menyatukan Ulama dan Habaib di Betawi
Kiai Tambih juga seorang penggerak dakwah di majelis-majelis taklim yang ada di Betawi bersama Habib
Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Hhabib Ali bin Husein Al-Atthas (Cikini/Bungur), dan KH Tohir Rohili Kampung Melayu.
Dalam kaitan itu, menurut Ahmad Fadli, Kiai Tambih berhasil menyatukan ulama dan habaib di Betawi yang kala itu berdakwah sendiri-sendiri di majelisnya masing-masing. Berkat Kiai Tambih, para ulama dan habaib di Betawi melakukan dakwah kolektif yang berpusat di Attahiriyah dan Kwitang.
Kiai Tambih mampu membangun jaringan keulamaan di Betawi, mulai dari Luar Batang, Kampung Bandan, Kwitang, Cikini, Kampung Melayu, Bekasi, Empang Bogor, hingga Banten.
Karena itulah, Kiai Tambih mendapat kepercayaan dari KH Idham Cholid (Ketua PBNU dan Menko Kesra saat itu), untuk menjadi ketua panitia peringatan Maulid Nabi Muhammad di rumah dinas KH Idham Cholid di Jalan Mangunsarkoro, Menteng. Kiai Tambih dikenal sebagai pribadi yang rajin bersilaturahim.
Sebab ia tak segan-segan menyambangi rumah para ulama dan habaib, jika kedapatan tidak hadir lebih dari dua kali dari taklim bersama itu. Hal itu dilakukan hanya demi mendapatkan kepastian kabar.
Baca Juga:Keutamaan Malam Nuzulul Quran dan Amalan yang Datangkan Pahala Berlipat untuk Umat Muslim
Selain itu, Kiai Tambih pernah menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bekasi dari Partai NU dan sempat menjadi Pegawai Pengadilan Agama Kabupaten Bekasi. Terakhir, namanya masuk di jajaran kepengurusan PBNU bagian dakwah.
Semasa hidupnya, Kiai Tambih mengarang dua buah kitab yang berjudul Bayanul Haq lil Ijtima’i wal Ittifaq dan I’anatul Ikhwan. Ia wafat pada 23 April 1977 dan jenazahnya dimakamkan di kampung halamannya, di Kampung Setu, Bintara Jaya, Bekasi Barat.