SuaraBekaci.id - Konflik antara Rusia dan Ukraina bisa berdamp-ak terhadap perekonomian di Indonesia. Hal tersebut terlihat saat ini kedua negara tersebut masih bersitegang.
Indonesia sendiri harus mewaspadai dampak konflik Rusia-Ukraina.
Mengutip dari Warta Ekonomi -jaringan Suara.com, menurut pengamat Indef, Dzulfian Syafrian, konflik ini akan berdampak pada naiknya harga minyak dunia yang di mana hal ini akan berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia, karena Indonesia banyak mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Hal ini juga dibenarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa konflik Rusia-Ukraina membawa dampak langsung ke komoditas energi, gas maupun minyak di Indonesia. Konflik ini juga menimbulkan komplikasi bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan.
Baca Juga:Tak Menentang Keputusan Putin, Negara-negara Ini Justru Dukung Rusia
Pemerintah, terutama Kementerian Keuangan, akan terus mengawal stabilitas sistem keuangan dalam negeri terutama volatilitas suku bunga, nilai tukar, hingga volatilitas indeks dan arus modal yang berimbas langsung ke sektor keuangan.
Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia mengatakan, “Tidak dapat dipungkiri bahwa konflik Rusia-Ukraina akan berdampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.
Hal yang perlu dikhawatirkan adanya kemungkinan terjadinya krisis energi dikarenakan Rusia merupakan salah satu produsen utama minyak dunia, di mana hal ini dapat berpengaruh terhadap pergerakan harga minyak global.
Pemerintah dapat mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan diversifikasi suplai impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan gas dan batubara untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak bumi.”
“Apabila konflik ini berlanjut, tentunya kenaikan harga minyak ini akan berdampak kepada peningkatan inflasi di Indonesia. Dari sisi moneter, konflik ini juga akan menekan the Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan, di sini Bank Indonesia perlu memperhatikan kondisi domestik sebelum menaikkan suku bunga acuan karena dikhawatirkan akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional," tutup Johanna.
Baca Juga:Sikap Tegas La Liga Soal Konflik Rusia-Ukraina, Sematkan 'Stop War' di Layar Kaca
Sebelumnya, konflik antara dua negara ini juga terjadi pada tahun 2014 di mana pemimpin Ukraina saat itu, Viktor Yanukovych, membatalkan pembicaraan kerja sama politik dan perdagangan dengan Uni Eropa.
Hal ini pun memicu bergulirnya demonstrasi di Ukraina yang menuntut mundur Yanukovych, hingga akhirnya pemimpin Ukraina pro-Rusia tersebut pun digulingkan.
Tak hanya itu, pada tahun tersebut juga disebutkan bahwa Rusia berhasil merebut salah satu wilayah Krimea, Ukraina yang dimana hal ini menyebabkan situasi semakin memanas.
Per Januari 2022, intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan bahwa Rusia telah menempatkan lebih dari 127 ribu pasukan di dekat negaranya.
Meskipun Rusia berulang kali membantah merencanakan invasi terhadap Ukraina dan menegaskan bahwa Rusia tidak mengancam negara mana pun.
Relasi Ukraina yang semakin dekat dengan AS dan NATO juga dinilai menjadi sumber ketegangan dengan Rusia. Rusia khawatir masuknya Ukraina ke NATO bakal menimbulkan ancaman bagi wilayah mereka, di mana Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia dapat menjadi garda depan NATO untuk menyerang Rusia. Presiden Rusia, Putin, pun juga mengungkapkan Amerika Serikat berencana mengendalikan negaranya.