SuaraBekaci.id - Muhammadiyah minta sekolah ditutup karena COVID-19 Indonesia memburuk. Sehingga Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM).
Hal ini seiring dengan melonjaknya kasus penularan COVID-19 yang disertai dengan munculnya varian baru virus corona.
"Khusus di bidang pendidikan, penting ditinjau ulang kebijakan untuk mulai membuka sekolah offline dalam suasana pandemi yang kian meningkat saat ini. Hak anak maupun guru dan tenaga kependidikan perlu dilindungi dengan sebaik-baiknya," ujar Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangan tertulisnya, Jumat sore.
Haedar ingin agar pelaksanaan PTM tidak dilakukan secara terburu-buru dan mesti dikonsep secara matang demi melindungi keselamatan semua pihak, seraya mencari dan menerapkan langkah-langkah kreatif, inovatif, dan terobosan dalam penyelenggaraan PTM.
Baca Juga:Tiga Dosen Meninggal Terpapar Covid-19, Belasan Karyawan UNS Terkonfirmasi Positif
Menurutnya, kondisi darurat meniscayakan pendekatan kebijakan yang khusus serta memerlukan keseriusan pemerintah dan semua penyelenggara lembaga pendidikan di Indonesia. Di samping itu, keluarga juga harus bergerak bersama dalam mensukseskan PTM karena sejatinya kewajiban mendidik itu berada pada orang tua.
“Khusus bagi anak-anak yang di lingkungan keluarga yang terbatas fasilitas untuk belajar secara online maka Kemendikbud dituntut membuat kebijakan dan langkah terobosan yang memberi solusi bagi anak bangsa yang terbatas kondisinya itu," katanya.
Di samping PTM, Muhammadiyah juga mendorong pemerintah agar mengambil langkah-langkah tepat dalam pemulihan ekonomi, terutama bagi mereka yang terdampak COVID-19.
Pemulihan ekonomi mesti sejalan dan tidak mengorbankan usaha penanganan COVID-19 yang menyangkut penyelamatan jiwa dan kesehatan warga negara.
Haedar juga mengajak masyarakat untuk meringankan tugas para tenaga kesehatan dengan menghentikan kegiatan-kegiatan yang bersifat tidak produktif sekaligus yang dapat menyebabkan terjadi dan meluasnya rantai penularan.
Baca Juga:Pasien Covid Varian India di Jatim Jadi 8 Orang, Dinkes Pastikan Bukan TKI atau PMI
"Khusus kepada warga dan komponen bangsa diajak untuk bersama-sama mengatasi COVID-19 sebagai wujud tanggungjawab kolektif dalam menghadapi musibah global ini. Kedepankan disiplin menaati protokol kesehatan secara bertanggungjawab demi keselamatan Bersama," kata Haedar.
Tak hanya itu, Haedar mendesak pernyataan-pernyataan kontroversial dari para elite dan warga terutama melalui media massa dan media sosial yang membuat gaduh, pertentangan, dan mendorong masyarakat tidak percaya COVID-19 dan vaksinasi dihentikan.
"Pandangan-pandangan kontroversial tersebut berpotensi memicu warga masyarakat menjadi abai dan melanggar protokol kesehatan atau bersikap tidak peduli terhadap keadaan dan usaha mengatasi pandemi COVID-19. Buktikan bahwa bangsa Indonesia itu cerdas, berilmu, berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi kebersamaan yang dapat menjadi kekuatan positif," katanya.