SuaraBekaci.id - Hubungan intim antar pasangan seharusnya terjadi di kondisi yang menyenangkan serta saling memuaskan. Hubungan intim yang terjadi karena faktor keterpaksaan ternyata memiliki efek kurang menyenangkan, khususnya bagi laki-laki.
Menurut pakar Obstetri dan Ginekologi dari Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Dr Beeleonie, BMedSc, SpOG, KFER, hubungan intim yang dipaksakan justru bisa membuat sperma laki-laki menjadi tidak berkualitas.
Dijelaskan oleh Beeleonie, frekuensi hubungan suami istri baiknya dilakukan setiap dua hingga tiga hari sekali. Hubungan intim tidak bisa dipaksakkan karena justru berpengaruh pada kualitas sperma.
"Berhubungan itu jangan dipaksa misalkan banyak wanita ini waktu subur harus berhubungan padahal demikian bisa pengaruhi kualitas sperma," ungkapnya seperti dikutip dari Antara, Minggu (8/10).
Hal ini kata Beeleonie merujuk pada studi yang menjelaskan soal kualitas sperma seseorang laki-laki bisa sangat berbeda bila ia diminta untuk mengeluarkan dalam kondisi rileks dan susasa menyenangkan.
"Ternyata kualitas spermanya dari pria yang sama itu anjlok berbeda. Jadi sebenarnya tidak baik memaksa berhubungan di waktu yang kita pikir adalah masa subur," ungkapnya.
Lebih lanjut, Beeleonie memgatakan soal posisi saat berhubungan intim yang ternyata tidak menentukan peluang pembuahan, melainkan hanya sensasi yang ingin dicapai pasangan suami istri.
Menurut Beeleonie, asalkan sperma dalam kualitas baik mampu mencapai sel telur, maka ada kemungkinan terjadi kehamilan.
"Enggak perlu miring kiri miring kanan, nungging depan belakang, itu samasekali enggak berpengaruh," jelasnya.
Baca Juga: Siskaeee Jalani Adegan Hubungan Intim di Film Keramat Tunggak, Dibayar Rp 10 Juta
Sementara itu, Kementerian Kesehatan mengingatkan pasangan suami istri tentang pentingnya perencanaan, salah satunya agar wanita dapat menjalani kehamilan dan persalinan aman, sehingga ibu sehat, dan melahirkan bayi sehat dan dapat tumbuh berkembang menjadi anak yang berkualitas.
Perencanaan kehamilan juga bermanfaat untuk mendeteksi risiko atau masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada ibu dan janin sedini mungkin.
Menurut Kementerian Kesehatan, beberapa hal harus diperhatikan sebelum merencanakan kehamilan, seperti kesehatan fisik dan mental dalam kondisi layak untuk hamil seperti usia (20-35 tahun), jarak kehamilan 2 tahun, jumlah anak kurang dari 3 serta tanpa penyakit penyerta.
Berita Terkait
-
Ngomong Kotor Saat Berhubungan Seks Ternyata Bikin Makin Nikmat? Ini Penjelasan Pakar
-
Gak Susah Kok, Ini 4 Tips Bikin Pasangan 'Keenakan' Saat Hubungan Seks Sambil Berdiri
-
Bukan Cuma Keluar di Dalam, Benarkah Telan Sperma Bisa Buat Hamil? Begini Penjelasannya
-
5 Penyebab Spermatorrhea, Kondisi Dimana Sperma Keluar Secara Tiba-Tiba
-
Suka Makanan Pedas Bikin Aktivitas Ranjang Makin Panas, Survei Ini Buktinya!
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
Bekasi Gelar Pesona Nusantara dan Galang Dana untuk Korban Bencana Sumatera
-
Transformasi BRI: 130 Tahun Berjalan, Terus Membangun Inklusi Keuangan Berkelanjutan
-
Angkutan Motor Gratis Jelang Nataru KAI, Cek Rute dan Syaratnya di Sini!
-
BRI Perkuat Tanggap Bencana Banjir Sumatra Lewat BRI Peduli
-
Terbongkar! Ini Alasan Parkir di Polda Metro Jaya Wajib Bayar