SuaraBekaci.id - Pemerintah dinilai melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) untuk menghindari dampak negatif lebih besar yaitu krisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal itu diungkapkan pengamat sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Prof. Azyumardi Azra dalam webinar bertajuk "APBN Tertekan: Subsidi BBM Solusi atau Ilusi?” yang disiarkan di kanal YouTube Moya Institute, Kamis (1/9/2022).
"Menurut saya, penyesuaian harga ini memang tidak bisa dihindari, ya. Untuk menghindari mudarat yang lebih besar, krisis APBN," kata Azyumardi.
Pemerintah Indonesia menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) guna mengatasi subsidi yang membebani keuangan negara akibat fluktuasi harga minyak dunia.
Pemerintah menyiapkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan listrik hingga Rp 502 triliun dan diperkirakan merangkak naik mencapai Rp 698 triliun sebagai imbas melonjaknya harga energi dan juga pangan yang dipicu perang Rusia-Ukraina.
Menanggapi kebijakan tersebut, Direktur Eksekutif Moya Institute Heri Sucipto mengatakan bahwa langkah penyesuaian harga BBM bersubsidi memang tidak terelakkan, seperti yang terjadi juga di masa lalu.
"Namun, penting dicari formula yang tepat agar kehidupan sosial-ekonomi masyarakat tidak terlalu terdampak," ucap Heri.
Pembicara lainnya, pengamat ekonomi senior UGM Sri Adiningsih menuturkan bahwa APBN memang perlu dijaga supaya tidak mengalami defisit.
Pasalnya, tutur Sri Adiningsih melanjutkan, APBN itu berfungsi bukan hanya untuk subsidi BBM, melainkan juga untuk memitigasi dampak pandemi COVID-19 dan untuk memulihkan perekonomian nasional.
Baca Juga: Jeritan Rakyat Soal Rencana Kenaikan BBM: dari Nelayan sampai Sopir Angkot
Oleh sebab itu, Sri Adiningsih beranggapan, keinginan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM tentu saja didasarkan banyak pertimbangan. Menurutnya, bukan sekadar menjaga stabilitas APBN, melainkan juga memacu kesejahteraan masyarakat (public spending), dan kesiapan dukungan anggaran bagi penyelesaian masalah lainnya.
Sementara itu, pengamat isu-isu strategis Imron Cotan berharap, dengan penerapan bantalan sosial yang ditujukan untuk memberikan jaring pengaman sosial bagi masyarakat bawah dan kaum pekerja, berupa bantuan langsung, subsidi upah, dan subsidi transportasi, rakyat dan pemerintah mampu tampil sebagai pemenang di dalam menghadapi serangkaian krisis saat ini. [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
RUPSLB BRI 2025 Perkuat Tata Kelola dan Fondasi Pertumbuhan
-
BRI Tebar Dividen Interim 2025 untuk Saham, Kinerja UMKM Jadi Penopang
-
Ini Tanda Galon Air Minum yang Harus Ditolak Sekarang Juga
-
BRI Tegaskan Komitmen Sosial Lewat Bantuan Bencana Sumatra, Salurkan Donasi Dukung Mobilitas
-
BRI Pastikan Ketersediaan Kas dan Digital Banking Saat Nataru, Dukung Liburan Nasabah Makin Nyaman