SuaraBekaci.id - Permainan ideal untuk anak adalah yang bersifat aktif baik secara fisik maupun motorik. Tak perlu mengagendakan harus bermain suatu permainan tapi nikmati saja prosesnya.
Demikian ujar Psikologi Klinis dan Keluarga Universitas Gadjah Mada (UGM) Pritta Tyas Mangestuti.
Pritta menjelaskan inti penting dari bermain adalah membuat anak bergerak secara fisik dan aktif untuk berpikir. Jika obyek atau mainannya yang lebih aktif dan menjadikan pasif lebih baik dihindari.
"Jadi permainan yang ideal adalah yang membuat anak aktif, bukan malah mainannya yang aktif anaknya pasif. Bermain itu melibatkan fisiknya dia, berpikir dan bergerak," ujar Pritta dalam acara "Bebas Mainkan Sesukamu" pada Sabtu.
Untuk membuat anak mengekspresikan emosi dan imajinasinya, orangtua perlu untuk memiliki sudut pandang seperti anak-anak. Jika tidak, orangtua dan anak akan kesulitan untuk melakukan permainan bersama.
"Orangtua kadang tidak bisa melihat artinya mainan buat anak. Kayak misalnya dia melompat-lompat atau menirukan suara tertentu, orangtua yang tidak mau mengerti akan bilang ngapain sih," kata Pritta.
"Gerakan-gerakan ini sangat berarti buat dia. Terus bermain ini kalau semakin sederhana alatnya, bisa menstimulasi anak untuk membuat imajinasinya dia menjadi nyata jadi simbol buat dia, ada kan anak yang suka main dengan peralatan dapur," imbuhnya.
Lebih lanjut Pritta menjelaskan bahwa ide bermain dengan anak bisa disesuaikan berdasarkan tahap perkembangannya. Yang terpenting, orangtua harus membiarkan anak untuk memilih permainan.
Selain itu, sebisa mungkin orangtua tidak memaksakan anak harus bermain mainan tertentu lantaran sedang tren atau ingin membuat si kecil memiliki bakat tertentu.
"Untuk menentukan ide bermain adalah amati dulu anaknya, jangan terlalu banyak memasukkan agenda kita nanti jadi belajar bukan bermain. Kalau dia lagi ingin role play ya kita ikuti, kalau dia senang lari-lari berarti kebutuhannya ingin lebih banyak gerak," kata Pritta.
Menurut Pritta, orangtua juga harus menikmati momen saat bermain dengan anak. Jika orangtua acuh tidak acuh bermain, maka anak pun akan merasa bahwa bermain bukanlah hal yang menarik.
"Kalau main sama anak nikmati saja prosesnya, jangan diagendakan harus ini harus itu. Bermain adalah inisiatif dari anaknya," ujar Pritta.
Berita Terkait
-
Belajar Menjalani Kehidupan Sesuai Keinginan Diri Melalui Buku You Do You
-
Bicara Soal Spektrum Alumni UGM, Anies Dibandingkan dengan Jokowi: Memang Alumni Beneran?
-
Ulasan Buku Psikologi Dakwah, Kiat Sukses dalam Berdakwah
-
After School Doctor: Kisah Dokter Dingin yang Belajar Empati di Sekolah Dasar
-
Jangan Cerai Saat Emosi, Ini Kata Psikolog
Terpopuler
- Kiper Diaspora dari Jerman Sudah Tiba di Indonesia, Langsung Gabung Skuad Garuda
- Dikabarkan Putus, Nikita Mirzani Sebut Matthew Gilbert Gentleman: Dia Tidak Mokondo
- Diduga Disindir Maia Estianty, Ingat Lagi Alasan Desy Ratnasari dan Irwan Mussry Berpisah
- Nikita Mirzani Ungkap Watak Asli Matthew Gilbert: Duit Gue Lebih Banyak, Tapi...
- Direktur Olahraga Belanda: Saya Pikir Timnas Indonesia Akan...
Pilihan
-
Perbandingan Spesifikasi Redmi Note 14 5G vs Vivo V40 Lite 5G, Duel HP 5G Terbaru
-
Harga Emas Antam Masih Tinggi, Hari Ini Dibanderol Rp1.624.000/Gram
-
Pengamat Curigai Sesatnya Kurs Rupiah di Google Ulah Hacker yang Kecewa pada Prabowo
-
Juventus Rekrut Jay Idzes Seharga Rp Rp 337 Miliar: 6 Bulan Balik Modal Kok
-
Juventus Ingin Rekrut Jay Idzes dari Venezia, Tapi Wajib Bayar Segini
Terkini
-
Belasan Rumah di Bekasi Utara Dijual Imbas Tower BTN Berdiri Kokoh
-
Pak Dedi Mulyadi Tolong! Warga Bekasi Ketakutan Mati Tertimpa Tower BTS
-
Bahaya! Fenomena di Bekasi: Tower BTS Dibangun di Atas Rumah Warga
-
17 Jam Banjir Kepung Bekasi, Warga Pondok Ungu Ngeluh Gak Bisa Cari Nafkah
-
Tewas Tertimpa Tower di Bekasi, Jasad Rustadi Berhasil Dievakuasi Setelah 2 Hari